Perut juga sering terasa kembung bila kita sedang tidak enak badan, misalnya saat masuk angin. Badan lemas dan perut bertalu-talu seperti gendang saat ditepuk adalah salah satu gejalanya. Tidak heran, kita kerap menyamakan masuk angin dengan perut kembung. Perut kembung memang bisa terjadi bila kita masuk angin. Namun, bukan berarti masuk angin selalu ditandai oleh perut kembung.
Menurut Dr. Djoko Maryono, Sp.PD, Sp.JP, FIHA, FASE, internis dan kardiologis dari RS Pusat Pertamina, Jakarta, perut kembung merupakan bagian dari penyakit dyspepsia atau indigestion (gangguan pencernaan). Dyspepsia ini menyerang usus dan mengindikasikan abnormalitas dalam sistem pencernaan.
Ada tiga faktor penyebab perut kembung. Pertama, makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang bisa menimbulkan gas berlebihan di tubuh seperti sayuran berwarna putih, contohnya kol dan sawi. Bila kita terlalu sering mengonsumsinya, perut akan dipenuhi gas.
Cokelat, keju, dan makanan berlemak lain juga bisa membuat perut kembung. Lemak menghambat pengosongan makanan di perut dan bikin kita terus merasa kenyang. Kembung akibat makanan berlemak biasanya terasa di perut bagian bawah pusar.
Sebaliknya, perut bagian atas, di dekat ulu hati, jadi kembung bila kita minum soda terlalu banyak. Konsumsi minuman bersoda ketika perut lapar atau kosong juga bisa menyebabkan kembung. Meski demikian, kembung karena makanan dan minuman umumnya bersifat sementara dan bukan masalah serius.
Ada bisul atau infeksi
Faktor lain penyebab kembung adalah situasi dalam lambung, misalnya kerja lambung yang lambat, kontraktilitas lambung yang melambat, atau pengosongan lambung yang melambat.
Kontraktilitas yang melambat ini dapat terjadi karena kurang berolahraga, sehingga metabolisme dalam tubuh, khususnya lambung, tidak bekerja secara efektif, ungkap Dr. Djoko.
Bisa juga ada tukak, infeksi, atau bisul di lambung. Bisul atau infeksi itu karena erosi lambung. Artinya, ada penipisan pada lambung karena obat-obatan seperti antirematik. Obat-obatan jenis ini menipiskan lambung dan menimbuikan luka atau infeksi.
Faktor ketiga adalah situasi enzim di lambung. Enzim bertugas menghancurkan makanan yang masuk ke lambung. Bila keasaman lambung dan jumlah enzim pencerna berkurang, makanan tidak dapat dihancurkan secara maksimal.
Penyakit perut kembung sebenarnya dapat hilang sendiri. Caranya, kurangi konsumsi makanan yang mengandung gas seperti kol atau sawi dan masak makanan sampai matang.
Makanan yang tidak matang akan menghambat proses penghancuran di lambung. Namun, jika rasa kembung tidak hilang, dianjurkan untuk ke dokter karena mungkin saja itu tanda penyakit.
Tanda jantungan
Perut juga sering terasa kembung bila kita sedang tidak enak badan, misalnya saat masuk angin. Badan lemas dan perut bertalu-talu seperti gendang saat ditepuk adalah salah satu gejalanya. Tidak heran, kita kerap menyamakan masuk angin dengan perut kembung.
Perut kembung memang bisa terjadi bila kita masuk angin. Namun, bukan berarti masuk angin selalu ditandai oleh perut kembung.
Definisi orang tentang masuk angin berbeda-beda. Kalau udara benar-benar masuk ke tubuh, sehingga menyebabkan gas berlebihan di dalam lambung, itulah perut kembung karena masuk angin. Sebaliknya, bila badan pegal karena masuk angin, belum tentu perut ikut kembung. Kembung terjadi bila terlalu banyak gas di dalam tubuh.
Bila kita sering berhadapan” dengan angin, seperti mengendarai motor terus-menerus, perut berisiko jadi kembung. Kita jadi cepat kenyang meski baru makan sedikit. Nafsu makan berkurang, dan kita sering bersendawa.
Menurut Dr. Djoko, perut kembung kadang bukan disebabkan masuk angin. Hal ini yang harus diperhatikan oleh mereka yang terlalu sering mengalami perut kembung.
Perut kembung bisa menjadi tanda kelainan jantung yang mengenai pembuluh darah LAD (Left Antirior Dicending). Kelainan ini dapat menimbulkan serangan jantung yang fatal dan berujung kematian tiba-tiba (sudden death).
Pembuluh darah LAD jalannya searah menuju ke lambung. Jika jantung mengalami kelainan, lambung akan terasa sakit, tapi bukan maag.
Di Indonesia, diperkirakan 25 persen orang yang mengalami perut kembung yang dikira masuk angin ternyata terkait penyakit jantung. Masuk angin yang menjadi pertanda penyakit jantung biasanya diikuti keringat dingin berlebih dan denyut nadi cepat, lebih dari 90 per menit.
Karena itu, jangan sepelekan perut kembung. Bisa saja itu gejala penyakit jantung.
Tips mencegah perut kembung
- Identifikasi dan hindari jenis makanan yang paling sering bikin perut kembung, seperti kol, aprikot, pisang, bawang merah, brokoli, lobak merah, plum dan produk jusnya, makanan pedas, soda, bir dan minuman berkarbonasi, juga es krim dan es soda susu.
- Kurangi makanan berlemak dan goreng-gorengan. Lemak menghambat pengosongan perut dan meningkatkan sensasi rasa kenyang dan kembung.
- Secara berkala, kurangi makanan berserat tinggi. Lalu tambahkan jumlahnya secara bertahap juga dari minggu ke minggu. Jika Anda mengonsumsi suplemen serat, cobalah kurangi jumlahnya dan naikkan dosisnya secara bertahap. Pastikan minum 10 gelas air per hari jika Anda mengonsumsi suplemen serat.
- Kurangi konsumsi produk susu. Pilih produk susu rendah laktosa (gula susu), seperti yoghurt.
- Konsumsi obat pencernaan yang dijual bebas, misalnya yang dapat membantu mengurangi jumlah produksi gas.
- Makan dalam porsi kecil namun sering.
- Makan pelan-pelan, kunyah secara baik, baru ditelan.
- Jangan makan saat gelisah, kecewa, atau saat berlari. Cobalah makan saat santai. Makan saat stres dapat memengaruhi pencernaan.
- Konsumsilah kapsul acidophilus atau bentuk cairan. Jika gejala perut kembung yang Anda alami akibat konsumsi antibiotik, kemungkinan Anda butuh kapsul atau cairan acidophilus untuk meredakannya. Suplemen ini akan membantu menggantikan bakteri usus halus yang menguntungkan, yang telah dimusnahkan antibiotik.
- Minum secangkir teh pepermin. Minyak pepermin mengandung mentol yang akan meringankan keluhan nyeri lambung akibat produksi gas berlebih.
- Cobalah simethicone. Jangan ragu mencari obat bebas yang mengandung simethicone. Simethicone membantu memecah gelembung-gelembung gas yang menyebabkan keluhan perut kembung.
Waspadai IBS
Perut kembung bisa jadi tanda irritable bowel syndrome (IBS) atau sindroma buang air besar. IBS termasuk dalam kelompok functional gastrointestinal disorders (gangguan fungsional saluran pencernaan) atau functional motility disorders (gangguan fungsional pergerakan usus).
Penyakit ini merupakan sekumpulan gejala akibat gangguan fungsional saluran pencernaan, tapi tidak terdapat kelainan organik di sana, ungkap Dr. Djoko ketika ditemui di Jakarta Eye Center.
Kelompok gejala pada IBS berupa nyeri, perut kembung, dan gangguan buang air besar. IBS terbilang tidak mudah didiagnosis. Diagnosisnya seringkali didasarkan pada kriteria eksklusi, yaitu ditegakkan setelah menyingkirkan semua kemungkinan adanya penyakit organik saluran pencernaan lain.
Berdasarkan perubahan pola buang air besar dan bentuk tinja, IBS dapat dikelompokkan dalam tiga subtipe, yakni IBS diare, IBS konstipasi, dan IBS alternating atau berganti-ganti. Pada IBS diare, pola BAB lebih dari tiga kali sehari. Bentuk tinja lembek atau cair.
Diare dapat dicetuskan oleh makanan atau minuman kaya gula fruktosa atau sorbitol, minuman beralkohol, serta susu dan produk olahannya. Minum kopi berlebihan juga dapat merangsang lambung.
Pada IBS konstipasi terjadi sembelit dengan pola BAB kurang dari tiga kali seminggu dan tinja keras. Kebiasaan melewatkan sarapan, apalagi makan tanpa sayur atau buah, dapat memicu sembelit. Karena itu, pasien sembelit dianjurkan menambah asupan serat.
Kalau IBS Alternating gejalanya terjadi diare dan konstipasi secara bergantian dari waktu ke waktu.
Pada sebagian pasien, makan mengakibatkan nyeri perut atau rasa kebelet BAB. Hal ini sebenarnya merupakan fenomena fisiologi gerakan usus normal setelah makan.
Hanya karena usus lebih sensitif, reaksinya agak berlebihan. Karena itu, makanan yang terlalu berlemak sebaiknya dihindari untuk mengurangi gejala ini.
Penyebab IBS belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor diperkirakan ikut berperan, seperti gangguan fungsi usus, toleransi pola makan, dan persarafan usus. Penanganan biasanya dilakukan dengan obat maupun terapi non-obat.
0 komentar:
Posting Komentar